Industri ritel di Indonesia terus berekspansi ke pelosok negeri. Ini pula yang dilakukan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, pemilik jaringan ritel Alfamart dan Alfamidi. Tak heran jika kehadiran minimarket sering terlihat berdampingan dan dapat tumbuh bersama untuk memenuhi kebutuhan serta harapan konsumen melalui persaingan yang sehat.
Corporate Communication GM Alfamart, Nur Rachman mengatakan, berdasarkan data rata-rata pertumbuhan minimarket di Indonesia per tahun sampai dengan September 2015 tercatat sekitar 12,7 persen. “Nilai ini lebih tinggi dibandingkan supermarket maupun hypermarket dengan pertumbuhan 3,6 persen,” katanya.
Ini karena minimarket tumbuh tak membutuhkan space yang besar dengan investasi mulai dari Rp 400 juta, di luar biaya lokasi, masyarakat sudah bisa memiliki Toko Alfamart dalam bentuk waralaba (franchise).
“Kehadiran beberapa pilihan minimarket di tengah masyarakat tentu membuat pengelola memberikan harga jual produk yang kompetitif dan menguntungkan bagi konsumen,” ujarnya.
Dalam menentukan lokasi, perusahaan menerapkan konsep model pasar persaingan sempurna (PPS) dalam prinsip ekonomi. Model PPS ini didefinisikan sebagai bentuk pasar paling ideal, di mana salah satu ciri dalam satu pasar terdapat lebih dari satu pengusaha dengan barang atau jasa yang ditawarkan bersifat homogen.
Selain menerapkan prinsip PPS, lokasi yang berdekatan ini bagi pengusaha bisa menghemat biaya riset maupun studi kelayakan ketika akan membuka toko di lokasi baru.
“Apabila di suatu lokasi sudah berdiri minimarket Alfamart atau yang lainnya bisa dipastikan di lokasi tersebut memiliki potensi pasar yang bagus dan lolos uji kelayakan bisnis. Artinya, jika minimarket lain ingin menambah toko di lokasi tersebut maka mereka tidak perlu melakukan riset serupa,” kata Nur Rachman.
Dalam menentukan kelayakan suatu lokasi untuk minimarket tentu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain kepadatan penduduk atau jumlah kepala keluarga (KK) di wilayah tersebut, kepadatan lalu lintas yang dilalui di sekitar minimarket, target segmen yang tepat dan lingkungan sosial yang mendukung.
Kedekatan ini secara tidak langsung juga memberi kemudahan masyarakat dalam memilih atau membandingkan harga, produk, kualitas serta jasa yang ditawarkan. Akhirnya, bisnis minimarket bisa bersaing secara fair dalam memuaskan konsumen dan memberikan harga yang wajar.
Menurut Nur Rachman, ada beberapa keuntungan dengan semakin banyaknya minimarket hadir di sebuah daerah. Masyarakat bisa terbantu dalam pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Tak hanya itu, tenaga kerja lokal juga akan banyak diserap.
“Ini karena setiap toko menyerap 8 hingga 10 karyawan, itu di luar karyawan kantor. Per September 2015, jumlah karyawan Alfamart mencapai 103.683 orang,” terangnya.
Lebih dari itu, minimarket juga menyediakan kemudahan fasilitas pembayaran seperti tagihan listrik, air, telepon, TV kabel, pajak, kredit finansial, pembelian tiket KA, hingga pembayaran booking tiket pesawat.
Kehadiran minimarket di suatu daerah juga memberi keuntungan terhadap pelaku UMKM lokal, produsen dalam negeri hingga pemerintah setempat. Minimarket memberikan ruang bagi pedagang kecil untuk berjualan sebagai tenant di teras tokonya dengan harga sewa yang terjangkau.
Bagi home industry perusahaan juga memberi kesempatan kepada pengusaha lokal untuk menjadi pemasok produk Home Brand Private Label (HBPL). Saat ini terdapat lebih dari 100 pemasok yang berasal dari pelaku UMKM. “Bagi UMKM di sekitar toko juga dilakukan pembinaan melalui Program Outlet Binaan Alfamart (OBA),” pungkas Nur Rachman.