Ditengah menjamurnya minimarket modern seperti Indomart dan Alfamart di Kota Salatiga hal mulai mengikis pasar tradisional. Tidak hanya di pusat kota, tapi tapi pasar modern ada hingga ke pinggiran kota juga mengalami pertumbuhan tinggi. Hampir di setiap sudut di tiap kecamatan, toko modern tersebut berdiri dengan mudah dan megah. Jarak yang berdekatan dengan pasar tradisional dinilai mengancam perekonomian rakyat kecil yang berjualan di pasar tradisional. Konsumen lebih memilih belanja di supermarket atau minimarket ketimbang ke pedagang tradisional. Mudahnya mendapatkan izin dari pihak terkait di Pemkot Salatiga membuat keberadaan waralaba itu, dipilih konsumen dengan alasan lebih mudah dan praktis.
Keberadaan pasar modern yang berkembang pesat membuat sebagian pedagang tradisional resah. Keberadaannya sampai ke tingkat kecamatan bahkan tingakat kelurahan. Sehingga pedagang kecil sangat merasakan dampak dari pasar modern tersebut. Seharusnya pemerintah bersikap tegas dalam membatasi munculnya pasar modern yang dapat merebut pangsa pasar tradisional. Salah satunya adalah dengan membatasi jarak minimal, memberlakukan jam operasional dan perizinan untuk pasar moderen diperketat.
“Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan nasib rakyat kecil seperti kami ini. Dan harapan kami atas nama pedagang pemerintah Kota Salatiga agar lebih mengedepankan UMKM, pedagang kecil seperti kami ini. kurang lebih tiga tahun ini nasib kami semakin terancam dengan terus maraknya minimarket yang terus bermunculan,” ungkap salah satu pedagang tradisonal yang tidak mau disebut namanya.
Berdasarkan pantauan langsung jarak satu waralaba dengan waralaba lainnya cukup berdekatan. Bahkan dengan pasar tradisional sekalipun. Para pedagang kecil di wilayah kota kini kian resah, termasuk bagi mereka yang telah belasan tahun membuka usahanya. Umumnya mereka mengaku terancam bangkrut seiring maraknya waralaba yang jaraknya berdekatan dengan kios mereka, serta jam beroperasinya hingga 24 jam.