Keberadaan ritel yang besar maupun kecil memberikan berbagai kemudahan bagi orang-orang dalam membeli berbagai barang kebutuhan sehari-harinyanya. Apalagi, usaha ritel seperti ini memberikan keuntungan yang cukup besar bagi para pemiliknya, namun sering juga yang melakukan banyak kecurangan demi mendapat keuntungan besar. Kondisi seperti ini dialami oleh warga Kota Bekasi, dimana uang kembaliannya yang harusnya dikonversikan ke dalam bentuk sumbangan ternyata tidak dimasukkan ke dalam struk belanjanya. tak pelak, mereka memprotes adanya kebijakan perusahaan ritel yang dinilai hanya mencari keuntungan dengan berkedok uang sumbangan.
Hanani misalnya, warga Bekasi Barat ini menganalogikan, jika satu minimarket berhasil menarik ‘uang kembalian’ Rp 200 setiap harinya terhadap satu pembeli. Maka, dalam sebulan pendapatan donasi mencapai Rp 6 ribu. Namun, kecurangan ini tak hanya dialami Hanani, masih banyak kecurangan-kecurangan yang pernah dirasakan masyarakat saat berbelanja di ritel modern. Berikut 4 kecurangan supermarket & minimarket di Indonesia yang dilansir merdeka.com:
Diam-diam naikkan harga
Peristiwa menaikkan harga tanpa sepengetahuan pembeli sempat dialami seorang pembeli bernama Lia. Kejadian ini berlangsung ketika dirinya membeli beberapa barang di sebuah minimarket dekat tempat kerjanya. Ketika itu dia hanya berbelanja dua item, yakni sebuah roti dan minuman. Namun harga yang harus dibayarkan ternyata mencapai Rp 20 ribu. Sedangkan uang yang dikembalikan hanya Rp 6 ribu,
“Masa beli segini doang sampe Rp 25 ribu, roti dan minuman. Setelah ditanya total berapa dia malah minta maaf,” ungkap Lia. Alhasil, dirinya mendapat kembalian yang dihitung dari selisih harga antara di rak dengan kasir. Namun, saat ditanya mengapa memberi harga berbeda, penjaga kasir hanya mengaku lupa memberikan harga promo. “Tapi saat dikasih lihat struk belanja, ketahuan dia berbohong karena jelas harganya beda banget,” keluhnya.
Itulah 4 kecurangan supermarket & minimarket di Indonesia yang pernah dialami beberapa konsumennya. Kasus seperti ini memang sering yang mengalami, semoga menjadi pembelajaran bagi para pemilik ritel, karena konsumen saat ini sudah semakin cerdas. Apakah Anda juga pernah mengalaminya?
Sumbangan tak masuk nota
Sejumlah warga Kota Bekasi, Jawa Barat mempertanyakan pengembalian dari minimarket Alfamart yang nilainya di bawah Rp 500. Soalnya, sering kali pelayan toko menawarkan kembalian didonasikan untuk sosial. Tapi, herannya tak tercantumkan donasi di dalam struk belanja.”Sering, kadang Rp 100-400. Biasanya menawarkan dulu mau didonasikan apa enggak. Tapi kebanyakan saya donasikan,” kata Hanani, warga Bekasi Barat saat berbincang dengan merdeka.com. Dia menganalogikan, jika satu minimarket berhasil menarik ‘uang kembalian’ Rp 200 setiap harinya terhadap satu pembeli. Maka, dalam sebulan pendapatan donasi mencapai Rp 6 ribu.
Dhendy, warga Pondok Gede, mengaku heran kenapa selama ini pihak Alfamart tidak pernah memberikan tanda bukti donasi. “Padahal saya sering ditawari untuk donasi dari uang kembalian yang nilainya ganjil. Namun mereka tidak pernah memberikan bukti dari donasi tersebut seperti donasi dari PMI,” ungkapnya.
Pihak Alfamart membantah kalau dalam struk belanja tak tercantumkan nilai donasi dari customer atau pelanggan. Nilai itu tercantum bersama dengan total belanjaan. “Nominalnya sesuai dengan yang diamalkan,” kata seorang karyawan toko Alfamart di bilangan Bekasi Selatan, Ari saat ditemui merdeka.com. Menurut dia, donasi tersebut dalam struk bertuliskan pundi amal. Ia mengatakan, donasi itu tergantung dari customer atau pelanggan yang belanja. “Terserah mau didonasikan atau enggak. Kalau enggak, ya akan dikembalikan sesuai dengan nilai kembalian,” katanya.
Kembalian permen
Uang kembalian diganti permen ini sepat menghebohkan publik Tanah Air. Kejadian ini sempat booming pada 2008 lalu, di mana hampir semua toko dan pusat perbelanjaan mensiasati kekurangan dengan permen.
Beberapa pembeli yang menyadari kesalahan itu lantas menggelar protes, tak pelak media sosial menjadi media curhat pembeli yang merasa ditipu. Apalagi permen tersebut tidak dimasukkan dalam struk belanja. Masyarakat pun mengeluhkan kebijakan pemilik toko mengganti uang kembalian dengan permen. Sebab, kembali berupa permen dipandang merugikan, karena dianggap bukan transaksi jual beli.
Kondisi ini menjadi perhatian pemerintah kala itu, bahkan meminta toko-toko, baik minimarket maupun hypermart sekalipun. Pemerintah pun membuat aturan tegas, melarang seluruh ritel memberikan kembalian berupa permen. “Peritel harus sebisa mungkin memberikan kembalian berupa uang, harus berusaha mendapatkan stok uang logam cukup untuk memberikan kembalian transaksi,” kata Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abad.
Direktur Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Radu M Sembiring sependapat dengan Tulus. “Harus diberi pilihan dulu, jangan langsung bilang karena tidak ada koin kembaliannya disumbangkan saja,” katanya. Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan beberapa peritel memang menjalin kerja sama dengan lembaga kemanusiaan untuk menyalurkan bantuan dari sisa uang belanja konsumen. Upaya itu, dilakukan untuk menyiasati keterbatasan ketersediaan uang pecahan logam untuk mengembalikan sisa belanja konsumen.
Beda harga di rak dan kasir
Perbedaan harga antara yang terpajang di rak dengan kasir ini juga bikin heboh publik Tanah Air. Alhasil, pembeli harus membayar lebih saat melakukan pembayaran. Sebagai contoh, pembeli membeli produk A di mana harga dalam rak menunjukkan harga Rp 12.300, namun saat akan dibayar, pembeli harus membayar sebesar Rp 12.900.
Tak jarang ketika pembeli memprotes perbedaan harga tersebut ditanggapi negatif oleh penjaga kasir. Meski pada akhirnya mereka mengembalikan selisih harga yang dibayarkan dengan harga rak. Ternyata, keluhan serupa juga dialami sejumlah pembeli yang berbelanja di supermarket maupun hypermarket. Perbedaan harga itu jelas terasa karena biaya yang harus dibayarkan melebihi beban yang sudah diperhitungkan pembeli. Tindakan itu jelas melanggar Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen. pemerintah pun mengancam akan menutup ritel yang nakal jika ketahuan melakukan kecurangan.