Pengusaha Sukses Anne Patricia Sutanto, Cepat Menangkap Peluang Bisnis di Balik Virus Corona

Alat pelindung diri (APD) seperti masker dan pakaian hazmat, sudah dapat diproduksi perusahaan dalam negeri, PT Pan Brothers TBK. Kapasitas produksi pun mencapai 1 juta masker per hari. Jika ingin membeli masker dan APD lainnya, tidak perlu impor.

WARTAKOTALIVE.COM, TANGERANG– Masyarakat dunia memang tengah menghadapi wabah virus Corona 2019 atau Covid-19.

Pandemi Corona telah menjangkiti 2,6 juta penduduk bumi, dan merenggut nyawa 184.235.

Namun jangan khawatir berlebihan apalagi panik tak karuan, semua akan selesai pada waktunya dengan syarat, yakni disiplin dan kerja sama.

Demikian dikemukakan dengan optimistik oleh pengusaha sukses Indonesia Anne Patricia Sutanto, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Perstekstilan Indonesia (API) dan Anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Perempuan kelahiran Solo, Jawa Tengah, ini meyakini kalangan usahawan dapat melewati masa-masa sulit perekonomian akibat dampak wabah Covid-19.

Anne mengakui bahwa resesi ekonomi Indonesia akibat Covid-19 terasa berat seperti krisis moneter 1998. Namun ia meyakini pengusaha Indonesia dapat melewati masa-masa sulit ini.

Sejak wabah virus corona mulai melanda Indonesia, awal Maret 2020 hingga Kamis (23/4/2020), jumlah korban terpapar mencapai 7.418 Kasus, 635 orang meninggal dan 913 pasien sembuh.

Terhadap kejadian itu, Anne mengaku sudah memikirkan agar perusahaannya tidak terpaksa ditutup karena ada pegawai yang suspect virus corona. Maka dari itu sejak kasus Covid-19 pertama di Indonesia, 3 Maret lalu, ia sudah mewajibkan sekitar 38 ribu pegawainya yang tersebar pada 25 pabrik, untuk memakai masker dan menerapkan pola hidup higenis.

“Bahkan saat itu sanksinya tidak main-main untuk pegawai yang tidak pakai masker. Bisa Surat Peringatan (SP) 1, 2, sampai 3. Karena saya tidak mau kebijakan ini berhenti hanya sampai di pencitraan saja,” ungkap Anne ditemui di kantornya kawasan Tangerang, Banten, beberapa hari lalu.

Terbukti kata Anne, kedisiplinan yang diterapkan di perusahannya di tengah wabah membuat pegawainya tidak ada yang terdampak Covid-19.

“Saya tekankan kepada pegawai kalau kalian ODP (Orang Dalam Pengawasan) atau suspect maka segera isolasi mandiri dan ajukan Work Form Home (WFH),” tutur pengusaha yang dapat melewati masa krisis 1998 itu.

Menurutnya kedisiplinan itu saat ini dibutuhkan oleh para pengusaha Indonesia agar usahanya dapat terus produksi di tengah berbagai kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tengah berlangsung di berbagai kota besar Indonesia.

Kedisiplinan kedua menurutnya ialah soal waktu. Ia mengakui akibat Covid-19 ini harus berkerja ekstra ketimbang hari-hari sebelumnya yang sempat berjalan normal.

Sebab harus mencari cara agar industrinya dapat terus bertahan di tengah ekonomi yang lesu karena Covid-19.

Di situ ia mulai berpikir membuat satu divisi baru yakni divisi masker di luar divisi garment yang sudah dimiliki di PTPan Brothers Tbk.

“Sebelum Covid-19 saya kerja, istirahat dan keluarga seimbang karena masih ada beberapa pekerjaan yang dapat didelegasikan ke tim yang sudah dipercaya,” jelas Anne.

Namun sejak Covid-19 masuk Indonesia, Anne mengaku mulai memacu tubuhnya untuk berkerja lebih banyak ketimbang sebelumnya. Hal itu karena banyak situasi di lapangan yang akhirnya bersifat dinamis dan harus ditanganinya sendiri.

Selain disiplin, juga meminta para pengusaha agar mampu berkerja sama dengan para pegawainya dalam menurunkan jumlah penularan Covid-19 di Indonesia.

Menurut Anne, pengusaha memiliki andil besar dalam menciptkan budaya kerja yang sehat dan higenis di dalam perusahaannya.

Meraih Sukses Setelah Terganjal Urus Bisnis Keluarga

Anne, perempuan kelahiran Solo, Jawa Tengah, 28 Oktober 1972. Ia menikah dengan Edmond Setiadarma pada menikah 1 September 1996.

Mereka telah berpacaran sejak duduk di bangku sekolah lanjutna menengah. Mereka dikaruniai dua anak; Emilio Setiadarma (22 tahun) dan Elena Setiadarma (20). kedua anak sedang kuliah di Amerika Serikat.

Dalam sukses karier Anne terdapat andil Handiman Tjokrosaputro, paman dari pihak ibunya. Tahun  1996, Handiman selaku komisaris PT Batik Keris, perusahaan batik khas Solo, Jawa Tengah, mengajak Anne bergabung dengan jabatan asisten direktur keuangan.

Wajar Anne diterima di bidang keuangan. Sebab ia menyandang gelar MBA bidang keuangan dari fakultas Administrasi Niaga, Loyola Marymount University, LA, Amerika Serikat tahun 1994.

Sebelum meraih MBA, Anne telah lulus sarjana Teknik Kimia yang diselesaikan 2,5 tahun dalam kurun waktu 1990 – 1992 University of Southern California, LA, Amerika Serikat.

Setelah lulus sekolah tingkat menengah, ia merantau ke negei Paman Sam tahun 1990. Ketika tengah menempuh kuliah S1, Anne menghadapi kenyataan sulit. Andi Sutanto, ayahnya, terkena serangan stroke berat pada tahun 1991.

Setamat kuliah, Anne kemudian mengurusi bisnis kayu ayah bersama paman, yakni PT Kayu Lapis Indonesia di Semarang, tahun 1993.

Rupanya, sebagian manajemen perusahaan, terutama sang paman, menganggap Anne tidak cocok menggeluti usaha di bidang perkayuaan. Paman beranggapan perusahaan kayu pas digeluti kaum laki-laki.

Selanjutnya, tahun 1994 ia melanjut pendidikan master/magister ke Amerika Serikat. Ia sengaja memilih bidang manajemen keuangan di Loyola Marymount University guna mempelajari pengelolaan bisnis.

Maksudnya, agar ia memiliki kapabiltias dan kompetensi sehingga dipercaya kembali ikut mengelola perusahaan milik keluarganya tersebut.

Setelah menyandang gelar Magister Bisnis Administrasi (Master of Business Administration/MBA) tahun 1994, ia kembali lagi ke perusahaan ayah dan paman selama setahun, 1995-1996.

Ternyata, Anne, yang akan genap berusia 48 tahun pada 28 Oktober 2020 nanti, masih dikondisikan tidak kerasan berada di dalam manajemen PT Kayu Lapis Indonesia.

Akhirnya tersingkir dari perusahaan keluarga yang dikelola pamannya tersebut.

Ketika sedang proses rekrutmen di perusahaan lainnya, tahun 1996, Handiman menawarinya gabung ke Batik Keris.

Handiman adalah generasi kedua dalam perusahaan kelaurga Batik Keris. Cikal bakal Batik Keris mulai ada sejak tahun 1920. Namun kebangkitan usaha Batik Keris dianggap tahun 1947, saat Kasoem Tjokrosaputro alias Kwee Som Tjok, bersama  Gaitini, istrinya, serius

Kasoem wafat 29 Desember 1976 di Australia, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Santo Carolus, Salemba.

Setelah Kasom meninggal dunia, Batik Keris diwarisi anak-anaknya, yaitu Handoko Tjokrosaputro, Handiman Tjokrosaputro, dan Handianto Tjokrosaputro.

Handianto meninggal dunia pada usia 57 tahun pada 2 Desember 2018, saat menjabat Presiden Direktur PT Batik Keris.

Kurang lebih setengah tahun bekerja di PT Batik Keris, 1 April 1997, Anne dipindahtugaskan dari Solo ke PT Pan Brothers di Tangerang, Banten, yang telah diambil alih Batik Keris.

Ia menduduki kursi direksi Pan Brothers, perusahaan mengakuisis satu perusahaan relatif kecil PT Pan Brothers Tbk,  perusahaan yang sudah listed atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia (saat isi masih bernama Bursa Efek Jakarta) sejak 1990.

Kode saham PT Pan Brothers Tbk adalah PBRX. Keberadaan Batik Keris di Pan Brothers telah berakhir, seturut dengan penjualan saham pihak keluarga  Tjokrosaputro yang ada di Pan, pada tahun 2002.

Pasok Pakaian Merek Terkenal ke Seluruh Dunia

Pan Brothers bergerak di bidang manufaktur tekstil dan garmen yang memproduksi seperti jaket empuk dan ringan, celana pendek, celana casual dan baju terusan.

Kemudian jaket teknis, ski outer wear, pakai jogging, hiking, dan olahraga di luar ruangan lainnya. Juga pakaian rajut, dan menjahit polo shirt, kemeja golf, dan track suit.

Pan Brothers mengoperasikan 25 pabrik di beberapa kota yang tersebar tiga provinsi di Pulau Jawa, yakni Tangerang, Banten; Bandung dan Tasikmalaya di Jawa Barat; Boyolali, Demak, Sragen dan Ungaran di Jawa Tengah.

Perusahaan ini memasok puluhan merek ternama di dunia seperti Adidas, Reebok, Nike, Uniqlo, New Balance, The North Face, Lacoste, Billabong, Calvin Klein, Hugo Boss, New Balance, Ferrari, dan Ralph Lauren. Mereka juga punya komoditas ritel merek sendiri yakni Salt n Peppers, dan Zoe.

Pakaian-pakaian dengan merak ternama itu diekspor seperti ke berbagai Negara seperti Uni Eropa, Eropa Timur, Amerika Serikat, Jepang, hingga Kanada.

Untuk melayani produksi tersebut, Pan Brothers mengoperasikan 25 pabrik di berbagai kota dengan jumlah pekerja 38 ribu orang, sebagian besar operasional jahit.

Saat pandemi virus Corona 2019 atau Covid-19 merambah ke-210 negarater, masuk ke Indonesia. Saat banyak pihak cemas dan waswas terhadap wabah, Pan Brothers justru cepat menangkap peluang.

Sejak awal Maret 2020, PBRX, kode emiten PT Pan Brothers Tbk di bursa efek, telah memproduksi masker dari kain, sehingga dapat dicuci dan dipakai berulang kali.

“Kami sudah membagikan 100 ribu masker kepada Palang Merah Indonesia, dan telah memproduksi 10 juta masker. Target kami menuju 100 juta masker sampai Juli 2020 mendatang, untuk Indonesia dan dunia,” ujar Vice Chief Executive OfficerPan Brothers, Anne Patricia Sutanto kepada WartaKotaLive.comdalam perbincangan di kantornya, pabrik PT Pan Brothers di Tangerang, baru-baru ini.

Ke depan, Pan Brothers menargetkan kapasitas produksi 1 juta masker per hari untuk memenuhi kebutuhan dalam menanggulangi penyebaran virus Corona di seluruh dunia.

Bukan hanya memproduksui masker. Menurut Anne, sebutan sapaan Anne Patricia Sutanto, perusahaan pun telah memproduksi hazmat (singkatan dari hazardous materials atau bahan-bahan berbahaya).

Hazmat terkenal dengan nama pakaian dekontaminasi, alat pelindungan diri yang terdiri atas bahan yang impermeabel dan digunakan untuk proteksi melawan material berbahaya.

Pakaian hazmat biasanya digunakan pemadam kebakaran, teknisi medis darurat, paramedis, dan petugas yang membersihkan daerah terkontaminasi racun atau kimiawi.

Saat ini, permintaan banyak sekali dari berbagai negara di empat benua, seperti dari Amerika Serikat, India, sampai China.

Namun perusahaan belum membuka lebar keran ekspor, karena memprioritaskan permintaan dalam negeri.

“Kami sedang minta izin dari pemerintah, agar dapat mengekspor 20 persen, sedangkan 80 persen tetap porsi untuk dalam negeri,” kata Anne.

Anne mengungkapkan Pan Brothers memang tidak secara khusus menyiapkan pabrik baru untuk produksi masker maupun hazmat. Melainkan mengoptimalkan, pabrik yang sedang rendah beban kerja.

Namun demikian, perusahaan menambah satu divisi baru, yakni divisi masker. Jadi saat perusahaan manufaktur lain banyak yang kesulitan akibat terdampak virus Corona, PT Pan Brothers, justru meningkatkan kapasitas produksi dengan menambah karyawan.

Publik dapat memesan produk masker dan APD Pan Brothers, minimum pembelian masker sebanyak 5.000 pieces dengan harga satuan sesuai dengan jenis maskernya yakni Rp 3.000/pcs untuk tipe 1, Rp 7.000/pcs tipe 2 berharga puluhan ribu tipe 3, yakni masker kain yang dapat menangkal virus.

Masker dapat dicucu yang diproduksi PBRX terdiri atas tiga jenis yaitu masker kain biasa, masker dengan lapisan anti-virus dan anti-mikroba; terakhir masker yang dilengkapi anti-virus, anti-mikroba, dan lapisan air.   Adapun hazmat bisa dicuci dan dilengkapi lapisan tahan air.

Untuk pemesanan Hazmat dapat dicuci (washable) dijual seharga satuan Rp 750.000/pcs, sedangkan untuk hazmat disposable minimum pemesanan 1.000 pcs.

“Target kami menuju produksi 100 juta washable maskers untuk Indonesia dan dunia, serta ke depan target 300 juta masker. Lalu 1 juta washable hazmat, dan 10 juta disposable hazmat,” ujar Anne.

Di bawah kepemimpinannya, Anne berhasil membuat tonggak sejarah dalam perusahaan, seperti mengakuisisi PT Panca Prima Ekabrothers tahun 2005, mengekspansi pabrik di Boyolali dan Sragen tahun 2007, dan menambah pabrik di kedua kota ini tahun 2011.

Tahun 2012 mendirikan PT Ocean Asia Industry (OAI) dan mendirikan PT Ecosmart Garment Indonesia tahun 2013.

Perusahaan memiliki jaringan luas di dalam negeri maupun di Negara lain, baik untuk pengadaan bahan baku kapas maupun untuk agen pemasaran.

Pada kartu nama Anne, tertulis 16 nama perseroan terbatas, baik beroperasi di dalam negeri maupun mancanegara.

Nama-nama 16 perusahaan tersebut adalah PT Pancaprima Eka Brothers,  PT Prima Sejati Sejahtera, PT Eco Smart Garment Indonesia, PT Berkah Indo Garment, PT Teodore Pan Garmindo, PT Victory Pan Multitex, PT Ocean Asia Industry, dan PT Apparelindo Prima Sentosa.

Kemudian PT Eco Laundry Hijau Indoensia, PT Prima Kreasi Gemilang, PT Prima Cosmic Screen Graphics, Continent 8 Pte. Ltd di Singapura; Cosmic Gear Ltd, Hong Kong; PB International B.V,  Belanda; PB Fashion B.V,  Belanda, dan PB Island Pte. Ltd, di Singapura.

Anne menduduki sejumlah jabatan strategis di belasan perusahaan. Ia juga aktif di berbagai organisasi. Ia duduk sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan organisasi nirlaba Bill And Melinda Gates Foundation.

Dikutip WartaKotaLive.com dari Forbes, tahun 2015, Anne bersama 7 pengusaha sukses Indonesia, menyumbang dana 5 dolar AS (setara 70 miliar rupiah) melalui organisasi nirlaba, Bill & Melinda Gates Foundation. Dana itu mereka sumbangkan untuk pencegahan penyakit TBC, HIV dan malaria.

Kesuksesan Vice Chief Executive Officer PT Pan Brothers Tbk mengantarkannya dalam daftar The Most Powerful Women in Asia 2015 versi majalah Forbes.

sumber: wartakota.tribunnews.com