Dalam membantu warung tradisional, perusahaan membina dan memberdayakan pedagang kecil melalui aktivitas CSR yakni Program Outlet Binaan Alfamart (OBA). Perusahaan mengajak pemilik warung di sekitar tokonya menjadi anggota OBA untuk mendapatkan beberapa manfaat.
“Pedagang memperoleh pasokan barang dengan harga spesial dengan marjin yang telah disubsidi oleh perusahaan, pendampingan dari Member Relations Officer (MRO) Alfamart, pelatihan manajemen ritel modern, serta kesempatan memperoleh kesempatan mendapatkan renovasi warungnya,” imbuh Nur Rachman.
Minimarket kini tidak hanya menyediakan produk kebutuhan pokok, tetapi juga berusaha memenuhi kebutuhan konsumen melalui berbagai fasilitas pembayaran seperti tagihan listrik, air, telepon, TV kabel, pajak, kredit kendaraan, pembelian tiket KA, hingga pembayaran booking tiket pesawat.
Jaringan ritel modern juga memiliki peran yang signifikan dalam menyalurkan produk dari produsen dalam negeri ke konsumen akhir (end user) di seluruh tanah air. Pertumbuhan bisnis produsen sangat tergantung pada peritel nasional, sebab merekalah yang menjadi jaringan pemasar produk-produknya sehingga bisa dinikmati langsung oleh konsumen.
Sebagai informasi, data Nielsen per Juni 2015, untuk penjualan FMCG (Fast Moving Consumer Goods) di luar rokok, minimarket memiliki market share yakni 27,2 persen, sedangkan hypermarket 14,3 persen dan pasar tradisional 58,5 persen.
Data tersebut menunjukkan peluang memasarkan produk dalam jaringan ritel yang memiliki jangkauan luas akan merangsang pertumbuhan produksi suatu produk itu sendiri, hal ini akan memberi kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Industri ritel juga merupakan industri padat karya. Kebutuhan tenaga kerjanya besar. Untuk satu minimarket saja membutuhkan rata-rata 10 personil toko, ini belum termasuk kebutuhan karyawan yang ditempatkan di kantor pusat dan kantor cabang Alfamart yang tersebar di Indonesia. (Ndw/Gdn)
sumber: www.liputan6.com